BGN Dorong Masyarakat Menanam dan Beternak untuk Dukung Rantai Pasok Program Makan Bergizi Gratis

Guetilang.com, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) mengajak masyarakat di seluruh Indonesia untuk aktif menanam dan beternak secara mandiri dalam rangka memperkuat ketersediaan bahan baku bagi Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini dipandang krusial untuk mengantisipasi ketimpangan antara kebutuhan dan pasokan (supply and demand) bahan pangan, seiring bertambahnya jumlah dapur MBG di berbagai wilayah.
“Peluang itu ada di masyarakat. Kepala desa, camat, dan pemerintah kabupaten telah mulai menggerakkan masyarakat untuk minimal menanam di halaman rumah dan beternak secara mandiri,” ujar Deputi Penyediaan dan Penyaluran BGN, Suardi Samiran, saat ditemui di Kantor BP Taskin, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa saat ini jumlah dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru sekitar 3.000 titik, namun akan terus ditingkatkan hingga mencapai 24.000 hingga 30.000 titik. Hal ini berpotensi menimbulkan tekanan terhadap ketersediaan pasokan bahan pangan jika tidak diantisipasi sejak dini.
“Kami sudah menyiapkan skema rantai pasok secara bertahap dan terukur. Tidak serta-merta bertambah jumlah dapur, tapi pasokan tidak ada. Semua sudah direncanakan agar tidak terjadi kekosongan,” tegas Suardi.
Lebih lanjut, BGN juga telah menjalin koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Perum Bulog yang menyiapkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta koperasi Merah Putih, BUMDes, dan unsur distribusi lokal lainnya sebagai mitra penyedia bahan pangan.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Percepatan Fasilitasi dan Perlindungan Kesejahteraan BP Taskin, Zaidirina, menegaskan bahwa pemerintah tengah membangun ekosistem industri berbasis masyarakat miskin guna menjamin keberlanjutan pasokan bahan pangan, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Kami akan membangun ekosistem Semi-Closed Loop Supply Chain (SCLSJ) di kantong-kantong kemiskinan. SCLSJ ini menjadi model industrialisasi oleh rakyat miskin, untuk rakyat miskin,” jelas Zaidirina.
Ia menjelaskan, dalam sistem SCLSJ, hasil produksi masyarakat seperti hortikultura dan peternakan akan dibeli dengan harga pokok produksi, tanpa tambahan biaya distribusi atau mark-up pasar. Model ini akan terintegrasi dengan program MBG dan dikoordinasikan lintas sektor, termasuk dengan Kementerian Pertanian melalui Ditjen Hortikultura, kelompok tani, BUMDes, dan koperasi desa.
“Dapur MBG di 3T akan menjadi pusat produksi sekaligus distribusi. Sistem ini kami rancang untuk memastikan rantai pasok berjalan lancar dan memberdayakan masyarakat miskin secara langsung,” pungkasnya.